Senin, 25 Januari 2010

UU INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang :

a. bahwa pembangunan nasional adalah suatu proses yang berkelanjutan yang harus

senantiasa tanggap terhadap berbagai dinamika yang terjadi di masyarakat;

b. bahwa globalisasi informasi telah menempatkan Indonesia sebagai bagian dari

masyarakat informasi dunia sehingga mengharuskan dibentuknya pengaturan

mengenai pengelolaan Informasi dan Transaksi Elektronik di tingkat nasional

sehingga pembangunan Teknologi Informasi dapat dilakukan secara optimal, merata,

dan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat guna mencerdaskan kehidupan bangsa;

c. bahwa perkembangan dan kemajuan Teknologi Informasi yang demikian pesat telah

menyebabkan perubahan kegiatan kehidupan manusia dalam berbagai bidang yang

secara langsung telah memengaruhi lahirnya bentuk-bentuk perbuatan hukum baru;

d. bahwa penggunaan dan pemanfaatan Teknologi Informasi harus terus dikembangkan

untuk menjaga, memelihara, dan memperkukuh persatuan dan kesatuan nasional

berdasarkan Peraturan Perundang-undangan demi kepentingan nasional;

e. bahwa pemanfaatan Teknologi Informasi berperan penting dalam perdagangan dan

pertumbuhan perekonomian nasional untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat;

f. bahwa pemerintah perlu mendukung pengembangan Teknologi Informasi melalui

infrastruktur hukum dan pengaturannya sehingga pemanfaatan Teknologi Informasi

dilakukan secara aman untuk mencegah penyalahgunaannya dengan memperhatikan

nilai-nilai agama dan social budaya masyarakat Indonesia;

g. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b,

huruf c, huruf d, huruf e, dan huruf f perlu membentuk Undang-Undang tentang

Informasi dan Transaksi Elektronik;

Mengingat :

Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 20 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

1945;

Dengan Persetujuan Bersama

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA

dan

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK.

BAB I

KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Undang-Undang ini yang dimaksud dengan:

1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi

tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data

interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau

sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah

yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.

2. Transaksi Elektronik adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan menggunakan

Komputer, jaringan Komputer, dan/atau media elektronik lainnya.

3. Teknologi Informasi adalah suatu teknik untuk mengumpulkan, menyiapkan,

menyimpan, memproses, mengumumkan, menganalisis, dan/atau menyebarkan

informasi.

4. Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan,

dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik,

optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui

Komputer atau Sistem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara,

gambar, peta, rancangan, foto atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses,

simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang

yang mampu memahaminya.

5. Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang

berfungsi mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan,

menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan Informasi

Elektronik.

6. Penyelenggaraan Sistem Elektronik adalah pemanfaatan Sistem Elektronik oleh

penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

7. Jaringan Sistem Elektronik adalah terhubungnya dua Sistem Elektronik atau lebih,

yang bersifat tertutup ataupun terbuka.

8. Agen Elektronik adalah perangkat dari suatu Sistem Elektronik yang dibuat untuk

melakukan suatu tindakan terhadap suatu Informasi Elektronik tertentu secara

otomatis yang diselenggarakan oleh Orang.

9. Sertifikat Elektronik adalah sertifikat yang bersifat elektronik yang memuat Tanda

Tangan Elektronik dan identitas yang menunjukkan status subjek hukum para pihak

dalam Transaksi Elektronik yang dikeluarkan oleh Penyelenggara Sertifikasi

Elektronik.

10. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik adalah badan hukum yang berfungsi sebagai

pihak yang layak dipercaya, yang memberikan dan mengaudit Sertifikat Elektronik.

11. Lembaga Sertifikasi Keandalan adalah lembaga independen yang dibentuk oleh

profesional yang diakui, disahkan, dan diawasi oleh Pemerintah dengan kewenangan

mengaudit dan mengeluarkan sertifikat keandalan dalam Transaksi Elektronik.

12. Tanda Tangan Elektronik adalah tanda tangan yang terdiri atas Informasi Elektronik

yang dilekatkan, terasosiasi atau terkait dengan Informasi Elektronik lainnya yang

digunakan sebagai alat verifikasi dan autentikasi.

13. Penanda Tangan adalah subjek hukum yang terasosiasikan atau terkait dengan Tanda

Tangan Elektronik.

14. Komputer adalah alat untuk memproses data elektronik, magnetik, optik, atau sistem

yang melaksanakan fungsi logika, aritmatika, dan penyimpanan.

15. Akses adalah kegiatan melakukan interaksi dengan Sistem Elektronik yang berdiri

sendiri atau dalam jaringan.

16. Kode Akses adalah angka, huruf, simbol, karakter lainnya atau kombinasi di

antaranya, yang merupakan kunci untuk dapat mengakses Komputer dan/atau Sistem

Elektronik lainnya.

17. Kontrak Elektronik adalah perjanjian para pihak yang dibuat melalui Sistem

Elektronik.

18. Pengirim adalah subjek hukum yang mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik.

19. Penerima adalah subjek hukum yang menerima Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dari Pengirim.

20. Nama Domain adalah alamat internet penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,

dan/atau masyarakat, yang dapat digunakan dalam berkomunikasi melalui internet,

yang berupa kode atau susunan karakter yang bersifat unik untuk menunjukkan lokasi

tertentu dalam internet.

21. Orang adalah orang perseorangan, baik warga negara Indonesia, warga negara asing,

maupun badan hukum.

22. Badan Usaha adalah perusahaan perseorangan atau perusahaan persekutuan, baik

yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum.

23. Pemerintah adalah Menteri atau pejabat lainnya yang ditunjuk oleh Presiden.

Pasal 2

Undang-Undang ini berlaku untuk setiap Orang yang melakukan perbuatan hukum

sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, baik yang berada di wilayah hukum

Indonesia maupun di luar wilayah hukum Indonesia, yang memiliki akibat hukum di

wilayah hukum Indonesia dan/atau di luar wilayah hukum Indonesia dan merugikan

kepentingan Indonesia.

BAB II

ASAS DAN TUJUAN

Pasal 3

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan berdasarkan

asas kepastian hukum, manfaat, kehati-hatian, iktikad baik, dan kebebasan memilih

teknologi atau netral teknologi.

Pasal 4

Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik dilaksanakan dengan tujuan

untuk:

a. mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia;

b. mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka

meningkatkan kesejahteraan masyarakat;

c. meningkatkan efektivitas dan efisiensi pelayanan publik;

d. membuka kesempatan seluas-luasnya kepada setiap Orang untuk memajukan

pemikiran dan kemampuan di bidang penggunaan dan pemanfaatan Teknologi

Informasi seoptimal mungkin dan bertanggung jawab; dan

e. memberikan rasa aman, keadilan, dan kepastian hukum bagi pengguna dan

penyelenggara Teknologi Informasi.

BAB III

INFORMASI, DOKUMEN, DAN TANDA TANGAN ELEKTRONIK

Pasal 5

(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

merupakan alat bukti hukum yang sah.

(2) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetaknya

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan perluasan dari alat bukti yang sah

sesuai dengan Hukum Acara yang berlaku di Indonesia.

(3) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dinyatakan sah apabila

menggunakan Sistem Elektronik sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-

Undang ini.

(4) Ketentuan mengenai Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk:

a. surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis; dan

b. surat beserta dokumennya yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam

bentuk akta notaril atau akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta.

Pasal 6

Dalam hal terdapat ketentuan lain selain yang diatur dalam Pasal 5 ayat (4) yang

mensyaratkan bahwa suatu informasi harus berbentuk tertulis atau asli, Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dianggap sah sepanjang informasi yang

tercantum di dalamnya dapat diakses, ditampilkan, dijamin keutuhannya, dan dapat

dipertanggungjawabkan sehingga menerangkan suatu keadaan.

Pasal 7

Setiap Orang yang menyatakan hak, memperkuat hak yang telah ada, atau menolak hak

Orang lain berdasarkan adanya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik harus

memastikan bahwa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang ada

padanya berasal dari Sistem Elektronik yang memenuhi syarat berdasarkan Peraturan

Perundang-undangan.

Pasal 8

(1) Kecuali diperjanjikan lain, waktu pengiriman suatu Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik telah dikirim dengan alamat yang benar oleh Pengirim ke suatu Sistem

Elektronik yang ditunjuk atau dipergunakan Penerima dan telah memasuki Sistem

Elektronik yang berada di luar kendali Pengirim.

(2) Kecuali diperjanjikan lain, waktu penerimaan suatu Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik ditentukan pada saat Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik memasuki Sistem Elektronik di bawah kendali Penerima yang berhak.

(3) Dalam hal Penerima telah menunjuk suatu Sistem Elektronik tertentu untuk menerima

Informasi Elektronik, penerimaan terjadi pada saat Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik memasuki Sistem Elektronik yang ditunjuk.

(4) Dalam hal terdapat dua atau lebih sistem informasi yang digunakan dalam pengiriman

atau penerimaan Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik, maka:

a. waktu pengiriman adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik memasuki sistem informasi pertama yang berada di luar kendali

Pengirim;

b. waktu penerimaan adalah ketika Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik memasuki sistem informasi terakhir yang berada di bawah kendali

Penerima.

Pasal 9

Pelaku usaha yang menawarkan produk melalui Sistem Elektronik harus menyediakan

informasi yang lengkap dan benar berkaitan dengan syarat kontrak, produsen, dan produk

yang ditawarkan.

Pasal 10

(1) Setiap pelaku usaha yang menyelenggarakan Transaksi Elektronik dapat disertifikasi

oleh Lembaga Sertifikasi Keandalan.

(2) Ketentuan mengenai pembentukan Lembaga Sertifikasi Keandalan sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 11

(1) Tanda Tangan Elektronik memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum yang sah

selama memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik terkait hanya kepada Penanda Tangan;

b. data pembuatan Tanda Tangan Elektronik pada saat proses penandatanganan

elektronik hanya berada dalam kuasa Penanda Tangan;

c. segala perubahan terhadap Tanda Tangan Elektronik yang terjadi setelah waktu

penandatanganan dapat diketahui;

d. segala perubahan terhadap Informasi Elektronik yang terkait dengan Tanda

Tangan Elektronik tersebut setelah waktu penandatanganan dapat diketahui;

e. terdapat cara tertentu yang dipakai untuk mengidentifikasi siapa

Penandatangannya; dan

f. terdapat cara tertentu untuk menunjukkan bahwa Penanda Tangan telah

memberikan persetujuan terhadap Informasi Elektronik yang terkait.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 12

(1) Setiap Orang yang terlibat dalam Tanda Tangan Elektronik berkewajiban

memberikan pengamanan atas Tanda Tangan Elektronik yang digunakannya.

(2) Pengamanan Tanda Tangan Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

sekurang-kurangnya meliputi:

a. Sistem tidak dapat diakses oleh Orang lain yang tidak berhak;

b. Penanda Tangan harus menerapkan prinsip kehati-hatian untuk menghindari

penggunaan secara tidak sah terhadap data terkait pembuatan Tanda Tangan

Elektronik;

c. Penanda Tangan harus tanpa menunda-nunda, menggunakan cara yang dianjurkan

oleh penyelenggara Tanda Tangan Elektronik ataupun cara lain yang layak dan

sepatutnya harus segera memberitahukan kepada seseorang yang oleh Penanda

Tangan dianggap memercayai Tanda Tangan Elektronik atau kepada pihak

pendukung layanan Tanda Tangan Elektronik jika:

1. Penanda Tangan mengetahui bahwa data pembuatan Tanda Tangan Elektronik

telah dibobol; atau

2. Keadaan yang diketahui oleh Penanda Tangan dapat menimbulkan risiko yang

berarti, kemungkinan akibat bobolnya data pembuatan Tanda Tangan

Elektronik; dan

d. Dalam hal Sertifikat Elektronik digunakan untuk mendukung Tanda Tangan

Elektronik, Penanda Tangan harus memastikan kebenaran dan keutuhan semua

informasi yang terkait dengan Sertifikat Elektronik tersebut.

(3) Setiap Orang yang melakukan pelanggaran ketentuan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1), bertanggung jawab atas segala kerugian dan konsekuensi hukum yang

timbul.

BAB IV

PENYELENGGARAAN SERTIFIKASI ELEKTRONIK DAN SISTEM ELEKTRONIK

Bagian Kesatu

Penyelenggaraan Sertifikasi Elektronik

Pasal 13

(1) Setiap Orang berhak menggunakan jasa Penyelenggara Sertifikasi Elektronik untuk

pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

(2) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik harus memastikan keterkaitan suatu Tanda

Tangan Elektronik dengan pemiliknya.

(3) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik terdiri atas:

a. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia; dan

b. Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing.

(4) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik Indonesia berbadan hukum Indonesia dan

berdomisili di Indonesia.

(5) Penyelenggara Sertifikasi Elektronik asing yang beroperasi di Indonesia harus

terdaftar di Indonesia.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 14

Penyelenggara Sertifikasi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1)

sampai dengan ayat (5) harus menyediakan informasi yang akurat, jelas, dan pasti kepada

setiap pengguna jasa, yang meliputi:

a. metode yang digunakan untuk mengidentifikasi Penanda Tangan;

b. hal yang dapat digunakan untuk mengetahui data diri pembuat Tanda Tangan

Elektronik; dan

c. hal yang dapat digunakan untuk menunjukkan keberlakuan dan keamanan Tanda

Tangan Elektronik.

Bagian Kedua

Penyelenggaraan Sistem Elektronik

Pasal 15

(1) Setiap Penyelenggara Sistem Elektronik harus menyelenggarakan Sistem Elektronik

secara andal dan aman serta bertanggung jawab terhadap beroperasinya Sistem

Elektronik sebagaimana mestinya.

(2) Penyelenggara Sistem Elektronik bertanggung jawab terhadap Penyelenggaraan

Sistem Elektroniknya.

(3) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat

dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak

pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 16

(1) Sepanjang tidak ditentukan lain oleh undang-undang tersendiri, setiap Penyelenggara

Sistem Elektronik wajib mengoperasikan Sistem Elektronik yang memenuhi

persyaratan minimum sebagai berikut:

a. dapat menampilkan kembali Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

secara utuh sesuai dengan masa retensi yang ditetapkan dengan Peraturan

Perundang-undangan;

b. dapat melindungi ketersediaan, keutuhan, keotentikan, kerahasiaan, dan

keteraksesan

Informasi Elektronik dalam Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut;

c. dapat beroperasi sesuai dengan prosedur atau petunjuk dalam Penyelenggaraan

Sistem Elektronik tersebut;

d. dilengkapi dengan prosedur atau petunjuk yang diumumkan dengan bahasa,

informasi, atau simbol yang dapat dipahami oleh pihak yang bersangkutan dengan

Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut; dan

e. memiliki mekanisme yang berkelanjutan untuk menjaga kebaruan, kejelasan, dan

kebertanggungjawaban prosedur atau petunjuk.

(2) Ketentuan lebih lanjut tentang Penyelenggaraan Sistem Elektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB V

TRANSAKSI ELEKTRONIK

Pasal 17

(1) Penyelenggaraan Transaksi Elektronik dapat dilakukan dalam lingkup publik ataupun

privat.

(2) Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) wajib beriktikad baik dalam melakukan interaksi dan/atau pertukaran Informasi

Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik selama transaksi berlangsung.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan Transaksi Elektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 18

(1) Transaksi Elektronik yang dituangkan ke dalam Kontrak Elektronik mengikat para

pihak.

(2) Para pihak memiliki kewenangan untuk memilih hukum yang berlaku bagi Transaksi

Elektronik internasional yang dibuatnya.

(3) Jika para pihak tidak melakukan pilihan hukum dalam Transaksi Elektronik

internasional, hukum yang berlaku didasarkan pada asas Hukum Perdata

Internasional.

(4) Para pihak memiliki kewenangan untuk menetapkan forum pengadilan, arbitrase, atau

lembaga penyelesaian sengketa alternatif lainnya yang berwenang menangani

sengketa yang mungkin timbul dari Transaksi Elektronik internasional yang

dibuatnya.

(5) Jika para pihak tidak melakukan pilihan forum sebagaimana dimaksud pada ayat (4),

penetapan kewenangan pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa

alternatif lainnya yang berwenang menangani sengketa yang mungkin timbul dari

transaksi tersebut, didasarkan pada asas Hukum Perdata Internasional.

Pasal 19

Para pihak yang melakukan Transaksi Elektronik harus menggunakan Sistem

Elektronik yang disepakati.

Pasal 20

(1) Kecuali ditentukan lain oleh para pihak, Transaksi Elektronik terjadi pada saat

penawaran transaksi yang dikirim Pengirim telah diterima dan disetujui Penerima.

(2) Persetujuan atas penawaran Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat

(1) harus dilakukan dengan pernyataan penerimaan secara elektronik.

Pasal 21

(1) Pengirim atau Penerima dapat melakukan Transaksi Elektronik sendiri, melalui pihak

yang dikuasakan olehnya, atau melalui Agen Elektronik.

(2) Pihak yang bertanggung jawab atas segala akibat hukum dalam pelaksanaan

Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur sebagai berikut:

a. jika dilakukan sendiri, segala akibat hukum dalam pelaksanaan Transaksi

Elektronik menjadi tanggung jawab para pihak yang bertransaksi;

b. jika dilakukan melalui pemberian kuasa, segala akibat hukum dalam pelaksanaan

Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab pemberi kuasa; atau

c. jika dilakukan melalui Agen Elektronik, segala akibat hukum dalam pelaksanaan

Transaksi Elektronik menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

(3) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik

akibat tindakan pihak ketiga secara langsung terhadap Sistem Elektronik, segala

akibat hukum menjadi tanggung jawab penyelenggara Agen Elektronik.

(4) Jika kerugian Transaksi Elektronik disebabkan gagal beroperasinya Agen Elektronik

akibat kelalaian pihak pengguna jasa layanan, segala akibat hukum menjadi tanggung

jawab pengguna jasa layanan.

(5) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak berlaku dalam hal dapat

dibuktikan terjadinya keadaan memaksa, kesalahan, dan/atau kelalaian pihak

pengguna Sistem Elektronik.

Pasal 22

(1) Penyelenggara Agen Elektronik tertentu harus menyediakan fitur pada Agen

Elektronik yang dioperasikannya yang memungkinkan penggunanya melakukan

perubahan informasi yang masih dalam proses transaksi.

(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggara Agen Elektronik tertentu

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

BAB VI

NAMA DOMAIN, HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL,

DAN PERLINDUNGAN HAK PRIBADI

Pasal 23

(1) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat berhak

memiliki Nama Domain berdasarkan prinsip pendaftar pertama.

(2) Pemilikan dan penggunaan Nama Domain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

didasarkan pada iktikad baik, tidak melanggar prinsip persaingan usaha secara sehat,

dan tidak melanggar hak Orang lain.

(3) Setiap penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, atau masyarakat yang dirugikan

karena penggunaan Nama Domain secara tanpa hak oleh Orang lain, berhak

mengajukan gugatan pembatalan Nama Domain dimaksud.

Pasal 24

(1) Pengelola Nama Domain adalah Pemerintah dan/atau masyarakat.

(2) Dalam hal terjadi perselisihan pengelolaan Nama Domain oleh masyarakat,

Pemerintah berhak mengambil alih sementara pengelolaan Nama Domain yang

diperselisihkan.

(3) Pengelola Nama Domain yang berada di luar wilayah Indonesia dan Nama Domain

yang diregistrasinya diakui keberadaannya sepanjang tidak bertentangan dengan

Peraturan Perundang-undangan.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengelolaan Nama Domain sebagaimana dimaksud

pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 25

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun menjadi karya

intelektual, situs internet, dan karya intelektual yang ada di dalamnya dilindungi sebagai

Hak Kekayaan Intelektual berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

Pasal 26

(1) Kecuali ditentukan lain oleh Peraturan Perundang-undangan, penggunaan setiap

informasi melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi seseorang harus

dilakukan atas persetujuan Orang yang bersangkutan.

(2) Setiap Orang yang dilanggar haknya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat

mengajukan gugatan atas kerugian yang ditimbulkan berdasarkan Undang-Undang

ini.

BAB VII

PERBUATAN YANG DILARANG

Pasal 27

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan perjudian.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama

baik.

(4) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau

mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang memiliki muatan pemerasan dan/atau pengancaman.

Pasal 28

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan

menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi yang ditujukan

untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok

masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA).

Pasal 29

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mengirimkan Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik yang berisi ancaman kekerasan atau menakut-nakuti yang ditujukan

secara pribadi.

Pasal 30

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer dan/atau Sistem Elektronik milik Orang lain dengan cara apa pun.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan tujuan untuk

memperoleh Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik.

(3) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses

Komputer dan/atau Sistem Elektronik dengan cara apa pun dengan melanggar,

menerobos, melampaui, atau menjebol sistem pengamanan.

Pasal 31

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

intersepsi atau penyadapan atas Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

dalam suatu Komputer dan/atau Sistem Elektronik tertentu milik Orang lain.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan

intersepsi atas transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang

tidak bersifat publik dari, ke, dan di dalam suatu Komputer dan/atau Sistem

Elektronik tertentu milik Orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan apa

pun maupun yang menyebabkan adanya perubahan, penghilangan, dan/atau

penghentian Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang sedang

ditransmisikan.

(3) Kecuali intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), intersepsi yang

dilakukan dalam rangka penegakan hukum atas permintaan kepolisian, kejaksaan,

dan/atau institusi penegak hukum lainnya yang ditetapkan berdasarkan undangundang.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara intersepsi sebagaimana dimaksud pada ayat

(3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 32

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa

pun mengubah, menambah, mengurangi, melakukan transmisi, merusak,

menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik milik Orang lain atau milik publik.

(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan cara apa

pun memindahkan atau mentransfer Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik kepada Sistem Elektronik Orang lain yang tidak berhak.

(3) Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan

terbukanya suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang bersifat

rahasia menjadi dapat diakses oleh publik dengan keutuhan data yang tidak

sebagaimana mestinya.

Pasal 33

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan tindakan

apa pun yang berakibat terganggunya Sistem Elektronik dan/atau mengakibatkan Sistem

Elektronik menjadi tidak bekerja sebagaimana mestinya.

Pasal 34

(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum memproduksi,

menjual, mengadakan untuk digunakan, mengimpor, mendistribusikan, menyediakan,

atau memiliki:

a. perangkat keras atau perangkat lunak Komputer yang dirancang atau secara

khusus dikembangkan untuk memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 33;

b. sandi lewat Komputer, Kode Akses, atau hal yang sejenis dengan itu yang

ditujukan agar Sistem Elektronik menjadi dapat diakses dengan tujuan

memfasilitasi perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan

Pasal 33.

(2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bukan tindak pidana jika ditujukan

untuk melakukan kegiatan penelitian, pengujian Sistem Elektronik, untuk

perlindungan Sistem Elektronik itu sendiri secara sah dan tidak melawan hukum.

Pasal 35

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan manipulasi,

penciptaan, perubahan, penghilangan, pengrusakan Informasi Elektronik dan/atau

Dokumen Elektronik dengan tujuan agar Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik tersebut dianggap seolah-olah data yang otentik.

Pasal 36

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan perbuatan

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 34 yang mengakibatkan

kerugian bagi Orang lain.

Pasal 37

Setiap Orang dengan sengaja melakukan perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal 36 di luar wilayah Indonesia terhadap Sistem

Elektronik yang berada di wilayah yurisdiksi Indonesia.

BAB VIII

PENYELESAIAN SENGKETA

Pasal 38

(1) Setiap Orang dapat mengajukan gugatan terhadap pihak yang menyelenggarakan

Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi yang menimbulkan

kerugian.

(2) Masyarakat dapat mengajukan gugatan secara perwakilan terhadap pihak yang

menyelenggarakan Sistem Elektronik dan/atau menggunakan Teknologi Informasi

yang berakibat merugikan masyarakat, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundangundangan.

Pasal 39

(1) Gugatan perdata dilakukan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Selain penyelesaian gugatan perdata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), para pihak

dapat menyelesaikan sengketa melalui arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa

alternatif lainnya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

BAB IX

PERAN PEMERINTAH DAN PERAN MASYARAKAT

Pasal 40

(1) Pemerintah memfasilitasi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik

sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(2) Pemerintah melindungi kepentingan umum dari segala jenis gangguan sebagai akibat

penyalahgunaan Informasi Elektronik dan Transaksi Elektronik yang mengganggu

ketertiban umum, sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(3) Pemerintah menetapkan instansi atau institusi yang memiliki data elektronik strategis

yang wajib dilindungi.

(4) Instansi atau institusi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus membuat Dokumen

Elektronik dan rekam cadang elektroniknya serta menghubungkannya ke pusat data

tertentu untuk kepentingan pengamanan data.

(5) Instansi atau institusi lain selain diatur pada ayat (3) membuat Dokumen Elektronik

dan rekam cadang elektroniknya sesuai dengan keperluan perlindungan data yang

dimilikinya.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai peran Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat

(1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 41

(1) Masyarakat dapat berperan meningkatkan pemanfaatan Teknologi Informasi melalui

penggunaan dan Penyelenggaraan Sistem Elektronik dan Transaksi Elektronik sesuai

dengan ketentuan Undang-Undang ini.

(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diselenggarakan

melalui lembaga yang dibentuk oleh masyarakat.

(3) Lembaga sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat memiliki fungsi konsultasi dan

mediasi.

BAB X

PENYIDIKAN

Pasal 42

Penyidikan terhadap tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang

ini, dilakukan berdasarkan ketentuan dalam Hukum Acara Pidana dan

ketentuan dalam Undang-Undang ini.

Pasal 43

(1) Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, Pejabat Pegawai Negeri

Sipil tertentu di lingkungan Pemerintah yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya di

bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik diberi wewenang khusus

sebagai penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Hukum

Acara Pidana untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang Teknologi

Informasi dan Transaksi Elektronik.

(2) Penyidikan di bidang Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan perlindungan terhadap

privasi, kerahasiaan, kelancaran layanan publik, integritas data, atau keutuhan data

sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.

(3) Penggeledahan dan/atau penyitaan terhadap sistem elektronik yang terkait dengan

dugaan tindak pidana harus dilakukan atas izin ketua pengadilan negeri setempat.

(4) Dalam melakukan penggeledahan dan/atau penyitaan sebagaimana dimaksud pada

ayat (3), penyidik wajib menjaga terpeliharanya kepentingan pelayanan umum.

(5) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berwenang:

a. menerima laporan atau pengaduan dari seseorang tentang adanya tindak pidana

berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

b. memanggil setiap Orang atau pihak lainnya untuk didengar dan/atau diperiksa

sebagai tersangka atau saksi sehubungan dengan adanya dugaan tindak pidana di

bidang terkait dengan ketentuan Undang-Undang ini;

c. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keterangan berkenaan

dengan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini;

d. melakukan pemeriksaan terhadap Orang dan/atau Badan Usaha yang patut diduga

melakukan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

e. melakukan pemeriksaan terhadap alat dan/atau sarana yang berkaitan dengan

kegiatan Teknologi Informasi yang diduga digunakan untuk melakukan tindak

pidana berdasarkan Undang-Undang ini;

f. melakukan penggeledahan terhadap tempat tertentu yang diduga digunakan

sebagai tempat untuk melakukan tindak pidana berdasarkan ketentuan Undang-

Undang ini;

g. melakukan penyegelan dan penyitaan terhadap alat dan atau sarana kegiatan

Teknologi Informasi yang diduga digunakan secara menyimpang dari ketentuan

Peraturan Perundang-undangan;

h. meminta bantuan ahli yang diperlukan dalam penyidikan terhadap tindak pidana

berdasarkan Undang-Undang ini; dan/atau

i. mengadakan penghentian penyidikan tindak pidana berdasarkan Undang-Undang

ini sesuai dengan ketentuan hukum acara pidana yang berlaku.

(6) Dalam hal melakukan penangkapan dan penahanan, penyidik melalui penuntut umum

wajib meminta penetapan ketua pengadilan negeri setempat dalam waktu satu kali

dua puluh empat jam.

(7) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berkoordinasi

dengan Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia memberitahukan

dimulainya penyidikan dan menyampaikan hasilnya kepada penuntut umum.

(8) Dalam rangka mengungkap tindak pidana Informasi Elektronik dan Transaksi

Elektronik, penyidik dapat berkerja sama dengan penyidik negara lain untuk berbagi

informasi dan alat bukti.

Pasal 44

Alat bukti penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan menurut

ketentuan Undang-Undang ini adalah sebagai berikut:

a. alat bukti sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Perundang-undangan; dan

b. alat bukti lain berupa Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 dan angka 4 serta Pasal 5 ayat (1), ayat

(2), dan ayat (3).

BAB XI

KETENTUAN PIDANA

Pasal 45

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1),

ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1)

atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau

denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 dipidana

dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

Pasal 46

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp700.000.000,00 (tujuh ratus juta rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (3)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 47

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1) atau

ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda

paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah).

Pasal 48

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(3) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (3)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 49

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33, dipidana

dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 50

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (1)

dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan/atau denda paling

banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

Pasal 51

(1) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana

dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

(2) Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 dipidana

dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau denda paling banyak

Rp12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Pasal 52

(1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) menyangkut

kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga

dari pidana pokok.

(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37

ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau yang digunakan untuk

layanan publik dipidana dengan pidana pokok ditambah sepertiga.

(3) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 37

ditujukan terhadap Komputer dan/atau Sistem Elektronik serta Informasi Elektronik

dan/atau Dokumen Elektronik milik Pemerintah dan/atau badan strategis termasuk

dan tidak terbatas pada lembaga pertahanan, bank sentral, perbankan, keuangan,

lembaga internasional, otoritas penerbangan diancam dengan pidana maksimal

ancaman pidana pokok masing-masing Pasal ditambah dua pertiga.

(4) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 sampai dengan Pasal

37 dilakukan oleh korporasi dipidana dengan pidana pokok ditambah dua pertiga.

BAB XII

KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 53

Pada saat berlakunya Undang-Undang ini, semua Peraturan Perundang-undangan dan

kelembagaan yang berhubungan dengan pemanfaatan Teknologi Informasi yang tidak

bertentangan dengan Undang-Undang ini dinyatakan tetap berlaku.

BAB XIII

KETENTUAN PENUTUP

Pasal 54

(1) Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

(2) Peraturan Pemerintah harus sudah ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun setelah

diundangkannya Undang-Undang ini. Agar setiap orang mengetahuinya,

memerintahkan pengundangan Undang-Undang ini dengan penempatannya dalam

Lembaran Negara Republik Indonesia.

Disahkan di Jakarta pada tanggal

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta

pada tanggal

MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,

ANDI MATTALATA

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN … NOMOR …

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

REPUBLIK INDONESIA

PENJELASAN

RANCANGAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA

NOMOR 11 TAHUN 2008

TENTANG

INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK

I. UMUM

Pemanfaatan Teknologi Informasi, media, dan komunikasi telah mengubah baik perilaku

masyarakat maupun peradaban manusia secara global. Perkembangan teknologi

informasi dan komunikasi telah pula menyebabkan hubungan dunia menjadi tanpa batas

(borderless) dan menyebabkan perubahan sosial, ekonomi, dan budaya secara signifikan

berlangsung demikian cepat. Teknologi Informasi saat ini menjadi pedang bermata dua

karena selain memberikan kontribusi bagi peningkatan kesejahteraan, kemajuan, dan

peradaban manusia, sekaligus menjadi sarana efektif perbuatan melawan hukum.

Saat ini telah lahir suatu rezim hukum baru yang dikenal dengan hukum siber atau hukum

telematika. Hukum siber atau cyber law, secara internasional digunakan untuk istilah

hukum yang terkait dengan pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi. Demikian

pula, hukum telematika yang merupakan perwujudan dari konvergensi hukum

telekomunikasi, hukum media, dan hukum informatika. Istilah lain yang juga digunakan

adalah hukum teknologi informasi (law of information technology), hukum dunia maya

(virtual world law), dan hukum mayantara. Istilah-istilah tersebut lahir mengingat

kegiatan yang dilakukan melalui jaringan sistem komputer dan sistem komunikasi baik

dalam lingkup lokal maupun global (Internet) dengan memanfaatkan teknologi informasi

berbasis sistem komputer yang merupakan sistem elektronik yang dapat dilihat secara

virtual. Permasalahan hukum yang seringkali dihadapi adalah ketika terkait dengan

penyampaian informasi, komunikasi, dan/atau transaksi secara elektronik, khususnya

dalam hal pembuktian dan hal yang terkait dengan perbuatan hukum yang dilaksanakan

melalui sistem elektronik.

Yang dimaksud dengan sistem elektronik adalah sistem komputer dalam arti luas, yang

tidak hanya mencakup perangkat keras dan perangkat lunak komputer, tetapi juga

mencakup jaringan telekomunikasi dan/atau sistem komunikasi elektronik. Perangkat

lunak atau program komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam

bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabungkan dengan

media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja

untuk melakukan fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk

persiapan dalam merancang instruksi tersebut.

Sistem elektronik juga digunakan untuk menjelaskan keberadaan sistem informasi yang

merupakan penerapan teknologi informasi yang berbasis jaringan telekomunikasi dan

media elektronik, yang berfungsi merancang, memproses, menganalisis, menampilkan,

dan mengirimkan atau menyebarkan informasi elektronik. Sistem informasi secara teknis

dan manajemen sebenarnya adalah perwujudan penerapan produk teknologi informasi ke

dalam suatu bentuk organisasi dan manajemen sesuai dengan karakteristik kebutuhan

pada organisasi tersebut dan sesuai dengan tujuan peruntukannya. Pada sisi yang lain,

sistem informasi secara teknis dan fungsional adalah keterpaduan sistem antara manusia

dan mesin yang mencakup komponen perangkat keras, perangkat lunak, prosedur,

sumber daya manusia, dan substansi informasi yang dalam pemanfaatannya mencakup

fungsi input, process, output, storage, dan communication.

Sehubungan dengan itu, dunia hukum sebenarnya sudah sejak lama memperluas

penafsiran asas dan normanya ketika menghadapi persoalan kebendaan yang tidak

berwujud, misalnya dalam kasus pencurian listrik sebagai perbuatan pidana. Dalam

kenyataan kegiatan siber tidak lagi sederhana karena kegiatannya tidak lagi dibatasi oleh

teritori suatu negara, yang mudah diakses kapan pun dan dari mana pun. Kerugian dapat

terjadi baik pada pelaku transaksi maupun pada orang lain yang tidak pernah melakukan

transaksi, misalnya pencurian dana kartu kredit melalui pembelanjaan di Internet. Di

samping itu, pembuktian merupakan faktor yang sangat penting, mengingat informasi

elektronik bukan saja belum terakomodasi dalam sistem hukum acara Indonesia secara

komprehensif, melainkan juga ternyata sangat rentan untuk diubah, disadap, dipalsukan,

dan dikirim ke berbagai penjuru dunia dalam waktu hitungan detik. Dengan demikian,

dampak yang diakibatkannya pun bisa demikian kompleks dan rumit.

Permasalahan yang lebih luas terjadi pada bidang keperdataan karena transaksi elektronik

untuk kegiatan perdagangan melalui sistem elektronik (electronic commerce) telah

menjadi bagian dari perniagaan nasional dan internasional. Kenyataan ini menunjukkan

bahwa konvergensi di bidang teknologi informasi, media, dan informatika (telematika)

berkembang terus tanpa dapat dibendung, seiring dengan ditemukannya perkembangan

baru di bidang teknologi informasi, media, dan komunikasi.

Kegiatan melalui media sistem elektronik, yang disebut juga ruang siber (cyber space),

meskipun bersifat virtual dapat dikategorikan sebagai tindakan atau perbuatan hukum

yang nyata. Secara yuridis kegiatan pada ruang siber tidak dapat didekati dengan ukuran

dan kualifikasi hukum konvensional saja sebab jika cara ini yang ditempuh akan terlalu

banyak kesulitan dan hal yang lolos dari pemberlakuan hukum. Kegiatan dalam ruang

siber adalah kegiatan virtual yang berdampak sangat nyata meskipun alat buktinya

bersifat elektronik. Dengan demikian, subjek pelakunya harus dikualifikasikan pula

sebagai Orang yang telah melakukan perbuatan hukum secara nyata. Dalam kegiatan ecommerce

antara lain dikenal adanya dokumen elektronik yang kedudukannya

disetarakan dengan dokumen yang dibuat di atas kertas.

Berkaitan dengan hal itu, perlu diperhatikan sisi keamanan dan kepastian hukum dalam

pemanfaatan teknologi informasi, media, dan komunikasi agar dapat berkembang secara

optimal. Oleh karena itu, terdapat tiga pendekatan untuk menjaga keamanan di cyber

space, yaitu pendekatan aspek hukum, aspek teknologi, aspek sosial, budaya, dan etika.

Untuk mengatasi gangguan keamanan dalam penyelenggaraan sistem secara elektronik,

pendekatan hukum bersifat mutlak karena tanpa kepastian hukum, persoalan pemanfaatan

teknologi informasi menjadi tidak optimal.

II. PASAL DEMI PASAL

Pasal 1

Cukup jelas.

Pasal 2

Undang-Undang ini memiliki jangkauan yurisdiksi tidak semata-mata untuk perbuatan

hukum yang berlaku di Indonesia dan/atau dilakukan oleh warga negara Indonesia, tetapi

juga berlaku untuk perbuatan hukum yang dilakukan di luar wilayah hukum (yurisdiksi)

Indonesia baik oleh warga negara Indonesia maupun warga negara asing atau badan

hukum Indonesia maupun badan hukum asing yang memiliki akibat hukum di Indonesia,

mengingat pemanfaatan Teknologi Informasi untuk Informasi Elektronik dan Transaksi

Elektronik dapat bersifat lintas teritorial atau universal. Yang dimaksud dengan

“merugikan kepentingan Indonesia” adalah meliputi tetapi tidak terbatas pada merugikan

kepentingan ekonomi nasional, perlindungan data strategis, harkat dan martabat bangsa,

pertahanan dan keamanan negara, kedaulatan negara, warga negara, serta badan hukum

Indonesia.

Pasal 3

“Asas kepastian hukum” berarti landasan hukum bagi pemanfaatan Teknologi Informasi

dan Transaksi Elektronik serta segala sesuatu yang mendukung penyelenggaraannya yang

mendapatkan pengakuan hukum di dalam dan di luar pengadilan.

“Asas manfaat” berarti asas bagi pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi

Elektronik diupayakan untuk mendukung proses berinformasi sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

“Asas kehati-hatian” berarti landasan bagi pihak yang bersangkutan harus memperhatikan

segenap aspek yang berpotensi mendatangkan kerugian, baik bagi dirinya maupun bagi

pihak lain dalam pemanfaatan Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik.

“Asas iktikad baik” berarti asas yang digunakan para pihak dalam melakukan Transaksi

Elektronik tidak bertujuan untuk secara sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum

mengakibatkan kerugian bagi pihak lain tanpa sepengetahuan pihak lain tersebut.

“Asas kebebasan memilih teknologi atau netral teknologi” berarti asas pemanfaatan

Teknologi Informasi dan Transaksi Elektronik tidak terfokus pada penggunaan teknologi

tertentu sehingga dapat mengikuti perkembangan pada masa yang akan datang.

Pasal 4

Cukup jelas.

Pasal 5

Ayat 1

Cukup jelas.

Ayat 2

Cukup jelas.

Ayat 3

Cukup jelas.

Ayat 4

Huruf a

Surat yang menurut undang-undang harus dibuat tertulis meliputi tetapi tidak terbatas

pada surat berharga, surat yang berharga, dan surat yang digunakan dalam proses

penegakan hukum acara perdata, pidana, dan administrasi negara.

Huruf b

Cukup jelas.

Pasal 6

Selama ini bentuk tertulis identik dengan informasi dan/atau dokumen yang tertuang di

atas kertas semata, padahal pada hakikatnya informasi dan/atau dokumen dapat

dituangkan ke dalam media apa saja, termasuk media elektronik. Dalam lingkup Sistem

Elektronik, informasi yang asli dengan salinannya tidak relevan lagi untuk dibedakan

sebab Sistem Elektronik pada dasarnya beroperasi dengan cara penggandaan yang

mengakibatkan informasi yang asli tidak dapat dibedakan lagi dari salinannya.

Pasal 7

Ketentuan ini dimaksudkan bahwa suatu Informasi Elektronik dan/atau Dokumen

Elektronik dapat digunakan sebagai alasan timbulnya suatu hak.

Pasal 8

Cukup jelas.

Pasal 9

Yang dimaksud dengan “informasi yang lengkap dan benar” meliputi:

a. informasi yang memuat identitas serta status subjek hukum dan kompetensinya, baik

sebagai produsen, pemasok, penyelenggara maupun perantara;

b. informasi lain yang menjelaskan hal tertentu yang menjadi syarat sahnya perjanjian

serta menjelaskan barang dan/atau jasa yang ditawarkan, seperti nama, alamat, dan

deskripsi barang/jasa.

Pasal 10

Ayat (1)

Sertifikasi Keandalan dimaksudkan sebagai bukti bahwa pelaku usaha yang melakukan

perdagangan secara elektronik layak berusaha setelah melalui penilaian dan audit dari

badan yang berwenang. Bukti telah dilakukan Sertifikasi Keandalan ditunjukkan dengan

adanya logo sertifikasi berupa trust mark pada laman (home page) pelaku usaha tersebut.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 11

Ayat (1)

Undang-Undang ini memberikan pengakuan secara tegas bahwa meskipun hanya

merupakan suatu kode, Tanda Tangan Elektronik memiliki kedudukan yang sama dengan

tanda tangan manual pada umumnya yang memiliki kekuatan hukum dan akibat hukum.

Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini merupakan persyaratan minimum

yang harus dipenuhi dalam setiap Tanda Tangan Elektronik. Ketentuan ini membuka

kesempatan seluas-luasnya kepada siapa pun untuk mengembangkan metode, teknik, atau

proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

Ayat (2)

Peraturan Pemerintah dimaksud, antara lain, mengatur tentang teknik, metode, sarana,

dan proses pembuatan Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 12

Cukup jelas.

Pasal 13

Cukup jelas.

Pasal 14

Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal ini adalah informasi yang minimum harus

dipenuhi oleh setiap penyelenggara Tanda Tangan Elektronik.

Pasal 15

Ayat (1)

“Andal” artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan yang sesuai dengan kebutuhan

penggunaannya.

“Aman” artinya Sistem Elektronik terlindungi secara fisik dan nonfisik.

“Beroperasi sebagaimana mestinya” artinya Sistem Elektronik memiliki kemampuan

sesuai dengan spesifikasinya.

Ayat (2)

“Bertanggung jawab” artinya ada subjek hukum yang bertanggung jawab secara hukum

terhadap Penyelenggaraan Sistem Elektronik tersebut.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 16

Cukup jelas.

Pasal 17

Ayat (1)

Undang-Undang ini memberikan peluang terhadap pemanfaatan Teknologi Informasi

oleh penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha, dan/atau masyarakat.

Pemanfaatan Teknologi Informasi harus dilakukan secara baik, bijaksana, bertanggung

jawab, efektif, dan efisien agar dapat diperoleh manfaat yang sebesar-besarnya bagi

masyarakat.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pilihan hukum yang dilakukan oleh para pihak dalam kontrak internasional termasuk

yang dilakukan secara elektronik dikenal dengan choice of law. Hukum ini mengikat

sebagai hukum yang berlaku bagi kontrak tersebut. Pilihan hukum dalam Transaksi

Elektronik hanya dapat dilakukan jika dalam kontraknya terdapat unsur asing dan

penerapannya harus sejalan dengan prinsip hukum perdata internasional (HPI).

Ayat (3)

Dalam hal tidak ada pilihan hukum, penetapan hukum yang berlaku berdasarkan prinsip

atau asas hukum perdata internasional yang akan ditetapkan sebagai hukum yang berlaku

pada kontrak tersebut.

Ayat (4)

Forum yang berwenang mengadili sengketa kontrak internasional, termasuk yang

dilakukan secara elektronik, adalah forum yang dipilih oleh para pihak. Forum tersebut

dapat berbentuk pengadilan, arbitrase, atau lembaga penyelesaian sengketa alternatif

lainnya.

Ayat (5)

Dalam hal para pihak tidak melakukan pilihan forum, kewenangan forum berlaku

berdasarkan prinsip atau asas hukum perdata internasional. Asas tersebut dikenal dengan

asas tempat tinggal tergugat (the basis of presence) dan efektivitas yang menekankan

pada tempat harta benda tergugat berada (principle of effectiveness) .

Pasal 19

Yang dimaksud dengan “disepakati” dalam pasal ini juga mencakup disepakatinya

prosedur yang terdapat dalam Sistem Elektronik yang bersangkutan.

Pasal 20

Ayat (1)

Transaksi Elektronik terjadi pada saat kesepakatan antara para pihak yang dapat berupa,

antara lain pengecekan data, identitas, nomor identifikasi pribadi (personal identification

number/PIN) atau sandi lewat (password).

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 21

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “dikuasakan” dalam ketentuan ini sebaiknya dinyatakan dalam

surat kuasa.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “fitur” adalah fasilitas yang memberikan kesempatan kepada

pengguna Agen Elektronik untuk melakukan perubahan atas informasi yang

disampaikannya, misalnya fasilitas pembatalan (cancel), edit, dan konfirmasi ulang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 23

Ayat (1)

Nama Domain berupa alamat atau jati diri penyelenggara negara, Orang, Badan Usaha,

dan/atau masyarakat, yang perolehannya didasarkan pada prinsip pendaftar pertama (first

come first serve).

Prinsip pendaftar pertama berbeda antara ketentuan dalam Nama Domain dan dalam

bidang hak kekayaan intelektual karena tidak diperlukan pemeriksaan substantif, seperti

pemeriksaan dalam pendaftaran merek dan paten.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “melanggar hak Orang lain”, misalnya melanggar merek

terdaftar, nama badan hukum terdaftar, nama Orang terkenal, dan nama sejenisnya yang

pada intinya merugikan Orang lain.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “penggunaan Nama Domain secara tanpa hak” adalah

pendaftaran dan penggunaan Nama Domain yang semata-mata ditujukan untuk

menghalangi atau menghambat Orang lain untuk menggunakan nama yang intuitif

dengan keberadaan nama dirinya atau nama produknya, atau untuk mendompleng

reputasi Orang yang sudah terkenal atau ternama, atau untuk menyesatkan konsumen.

Pasal 24

Cukup jelas.

Pasal 25

Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang disusun dan didaftarkan sebagai

karya intelektual, hak cipta, paten, merek, rahasia dagang, desain industri, dan sejenisnya

wajib dilindungi oleh Undang-Undang ini dengan memperhatikan ketentuan Peraturan

Perundang-undangan.

Pasal 26

Ayat (1)

Dalam pemanfaatan Teknologi Informasi, perlindungan data pribadi merupakan salah

satu bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi mengandung pengertian sebagai

berikut:

a. Hak pribadi merupakan hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala

macam gangguan.

b. Hak pribadi merupakan hak untuk dapat berkomunikasi dengan Orang lain tanpa

tindakan memata-matai.

c. Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses informasi tentang kehidupan

pribadi dan data seseorang.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 27

Cukup jelas.

Pasal 28

Cukup jelas.

Pasal 29

Cukup jelas.

Pasal 30

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Secara teknis perbuatan yang dilarang sebagaimana dimaksud pada ayat ini dapat

dilakukan, antara lain dengan:

a. melakukan komunikasi, mengirimkan, memancarkan atau sengaja berusaha

mewujudkan hal-hal tersebut kepada siapa pun yang tidak berhak untuk

menerimanya; atau

b. sengaja menghalangi agar informasi dimaksud tidak dapat atau gagal diterima oleh

yang berwenang menerimanya di lingkungan pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

Ayat (3)

Sistem pengamanan adalah sistem yang membatasi akses Komputer atau melarang akses

ke dalam Komputer dengan berdasarkan kategorisasi atau klasifikasi pengguna beserta

tingkatan kewenangan yang ditentukan.

Pasal 31

Ayat (1)

Yang dimaksud dengan “intersepsi atau penyadapan” adalah kegiatan untuk

mendengarkan, merekam, membelokkan, mengubah, menghambat, dan/atau mencatat

transmisi Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang tidak bersifat publik,

baik menggunakan jaringan kabel komunikasi maupun jaringan nirkabel, seperti pancaran

elektromagnetis atau radio frekuensi.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Pasal 32

Cukup jelas.

Pasal 33

Cukup jelas.

Pasal 34

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “kegiatan penelitian” adalah penelitian yang dilaksanakan oleh

lembaga penelitian yang memiliki izin.

Pasal 35

Cukup jelas.

Pasal 36

Cukup jelas.

Pasal 37

Cukup jelas.

Pasal 38

Cukup jelas.

Pasal 39

Cukup jelas.

Pasal 40

Cukup jelas.

Pasal 41

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “lembaga yang dibentuk oleh masyarakat” merupakan lembaga

yang bergerak di bidang teknologi informasi dan transaksi elektronik.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 42

Cukup jelas.

Pasal 43

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Cukup jelas.

Ayat (5)

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Cukup jelas.

Huruf c

Cukup jelas.

Huruf d

Cukup jelas.

Huruf e

Cukup jelas.

Huruf f

Cukup jelas.

Huruf g

Cukup jelas.

Huruf h

Yang dimaksud dengan “ahli” adalah seseorang yang memiliki keahlian khusus di bidang

Teknologi Informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara akademis maupun praktis

mengenai pengetahuannya tersebut.

Huruf i

Cukup jelas.

Ayat (6)

Cukup jelas.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Cukup jelas.

Pasal 44

Cukup jelas.

Pasal 45

Cukup jelas.

Pasal 46

Cukup jelas.

Pasal 47

Cukup jelas.

Pasal 48

Cukup jelas.

Pasal 49

Cukup jelas.

Pasal 50

Cukup jelas.

Pasal 51

Cukup jelas.

Pasal 52

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghukum setiap perbuatan melawan hukum yang

memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 sampai dengan Pasal 34 yang

dilakukan oleh korporasi (corporate crime) dan/atau oleh pengurus dan/atau staf yang

memiliki kapasitas untuk:

a. mewakili korporasi;

b. mengambil keputusan dalam korporasi;

c. melakukan pengawasan dan pengendalian dalam korporasi;

d. melakukan kegiatan demi keuntungan korporasi.

Pasal 53

Cukup jelas.

Pasal 54

Cukup jelas.

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2008

NOMOR …

Tidak ada komentar:

Posting Komentar