Selasa, 13 Desember 2011

MANAJEMEN PENINGKATAN MUTU BERBASIS SEKOLAH

Salah satu permasalahan pendidikan yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah rendahnya mutu pendidikan pada setiap jenjang dan satuan pendidikan, khususnya pendidikan dasar dan menengah. Berbagai usaha telah dilakukan untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional, misalnya pengembangan kurikulum nasional dan lokal, peningkatan kompetensi guru melalui pelatihan, pengadaan buku dan alat pelajaran, pengadaan dan perbaikan sarana dan prasarana pendidikan, dan peningkatan mutu manajemen sekolah. Namun demikian,berbagai indikator mutu pendidikan belum menunjukan peningkatan yang berarti.Sebagian sekolah, terutama di kota-kota, menunjukan peningkatan mutu pendidikan yang cukup menggembirakan, namun sebagian lainnya masih memprihatinkan. Maka dari itu sejak tanggal 2 Mei 1998 Menteri Pendidikan Nasional telah mencanangkan program pelaksanaan Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah (MPMBS).
Apa itu MPMBS Secara umum, manajemen peningkatan mutu berbasis sekoiah (MPMBS) dapat diartikan sebagai model manajemen yang menjadi bahan pertimbangan bagi SMU untuk melaksanakan MPMBS. memberikan otonomi lebih besar kepada sekolah, memberikan flleksibilitas/keluwesan-keluwesan kepada sekolah, dan mendorong partisipasi secara langsung warga sekolah (guru, siswa, kepala sekolah, karyawan) dan masyarakat (orang tua siswa, tokoh masyarakat, ilmuwan, pengusaha, dsb) untuk meningkatkan mutu sekolah berdasarkan kebijakan pendidikan nasional serta peraturan perUndang-undangan yang berlaku. Dan dalam mengimplemenasikan MPMBS tidak boleh menyimpang dari peraturan-peraturan yang berlaku saat sekarang ini.
lim Wasliman (2000 : 1) menyebutkan lima alasan latar belakang pentingnya pelaksanaan manajemen berbasis sekolah dalam konteks pengelolaan pendidikan di Indonesia yakni sebagai berikut:
1. Kepala sekolah kurang memiliki kewenangan yang luas mengelola sekolah yang dipimpinnya.
2. Kemampuan manajerial (managerial skills) kepala sekolah pada umumnya mereka masih sangat tergantung pada juklak dan juknis.
3. Pola anggaran yang teramat kaku, sehingga hampir tidak ada kemungkinan guru yang berprestasi untuk mendapatkan insentif penghargaan.
4. Peran serta masyarakat sangat kecil dalam pengelolaan pendidikan
5. Visi, misi dan strategi pendidikan di sekolah tidak bertumpu pada kemampuan lingkungan.

Alasan Penerapan MPMBS
MPMBS diterapkan karena beberapa alasan berikut :
Depdikbud (2000) MPMBS diterapkan karena beberapa alasan berikut:
1. Dengan pemberian otonomi yang lebih besar kepada sekolah,
maka sekolah akan lebih inisiatif/kreatif dalam meningkatkan mutu sekolah.
2. Dengan pemberian fleksibilitas/keluwesankeluwesan yang lebih besar kepada sekolah untuk mengelola sumberdayanya, maka sekolah akan lebih luwes dan lincah dalam mengadakan dan memanfaatkan sumberdaya sekolah secara optimal untuk meningkatkan mutu sekolah.
3. Sekolah lebih mengetahui kekuatan, kelemahan, pelung, dan ancaman bagi dirinya sehingga dia dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang tersedia untuk memajukan sekolahnya.
4. Sekolah lebih mengetahui kebutuhan lembaganya, khususnya input pendidikan yang akan dikembangkan dan didayagunakan dalam proses pendidikan sesuai dengan tingkat perkembangan dan kebutuhan peserta didik.
5. Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sekolah lebih cocok untuk memenuhi kebutuhan sekolah karena pihak sekolahlah yang paling tahu apa yang terbaik bagi sekolahnya.
6. Penggunaan sumberdaya pendidikan lebih efisien dan efektif bilamana dikontrol oleh masyarakat setempat.
7. Keterlibatan semua warga sekolah dan masyarakat dalam pengambilan keputusan sekolah menciptakan transparansi dan demokrasi yang sehat.
8. Sekolah dapat bertanggungjawab tentang mutu pendidikan masing-masing kepada pemerintah, orang peserta didik, dan masyarakat pada umumnya, sehingga dia akan berupaya semaksimal mungkin untuk melaksanakan dan mencapai sasaran mutu pendidikan yang telah direncanakan.
9. Sekolah dapat melakukan persaingan yang sehat dengan sekolah-sekolah lain untuk meningkatkan mutu pendidikan melalui upaya-upaya inovatif dengan dukungan orangtua peserta didik, masyarakat dan pemerintah daerah setempat, dan
10. Sekolah dapat secara cepat merespon aspirasi masyarakat dan
lingkungan yang berubah dengan cepat.
Fungsi-fungsi apa sajakah yang dapat dikerjakan oleh sekolah dalam rangka MPMBS?
Adapun fungsi-fungsi yang sebagian porsinya dapat digarap oleh sekolah dalam kerangka MPMBS ini meliputi
1. Pengelolaan Proses belajar Mengajar
Proses belajar merupakan kegiatan utama sekolah. Sekolah diberi kebebasan memilih strategi,metode dan teknik-teknik pembelajaran dan pengajaran yang paling efektif, sesuai dengan karakteristik siswa, karakteristik guru, dan kondisi nyata sumberdaya yang tersedia di sekolah. Secara umum, strategi/metode/teknik pembelajaran dan pengajaran yang berpusat pada siwa (student centered) lebih mampu memberdayakan pembelajaran yang menekankan pada keaktifan belajar siswa, bukan pada keaktifan mengajar guru. Oleh karena itu cara-cara belajar siswa aktif seperti misalnya active learning, cooperative learning, dan quantum learning perlu diterapkan.
2. Perencanaan dan Evaluasi
Sekolah diberi kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya (school-based plan). Kebutuhan yang dimaksud misalnya, kebutuhan untuk meningkatkan mutu sekolah. Oleh karena itu,sekolah harus melakukan analisis kebutuhan mutu dan berdasarkan hasil analisis kebutuhan mutu inilah kemudian sekolah membuat rencana peningkatan mutu.
Sekolah diberi wewenang untuk melakukan evaluasi, khususnya evaluasi yang dilakukan secara internal. Evalusi internal dilakukan oleh warga sekolah untuk memantau proses pelaksanaan dan untuk mengevaluasi hasil program-program yang telah dilaksanakan. Evaluasi semacam ini sering disebut evaluasi diri. Evaluasi diri harus jujur dan transparan agar benar-benar dapat mengungkap informasi yang sebenarnya.
3. Pengelolaan Kurikulum
Kurikulum yang dibuat oleh Pemerintah Pusat adalah kurikulum standar yang berlaku secara nasionl. Padahal kondisi sekolah pada umumnya sangat beragam. Oleh karena itu,dalam implementasinya, sekolah dapat mengembangkan (memperdalam, memperkaya, dan memodifikasi), namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum yang berlaku secara nasional. Sekolah dibolehkan memperdalam kurikulum, artinya, apa yang diajarkan boleh dipertajam dengan aplikasi yang bervariasi. Sekolah juga dibolehkan memperkaya apa yang diajarkan, artinya apa yang diajarkan boleh diperluas dariyang harus, dan seharusnya, dan yang dapat diajarkan. Demikian juga, sekolah dibolehkan memodifikasi kurikulum, artinya apa yang diajarkan boleh dikembangkan agar lebih kontekstual dan selaras dengan karakteristik peserta didik. Selain itu, sekolah juga diberi kebebasan untuk mengembangkan kurikulum muatan lokal.
4. Pengelolaan Ketenagaan
Pengelolaan ketenagaan, mulai dari analisis kebutuhan, perencanan, rekrutmen, pengembangan, hadiah dan sangsi (reward and punishment), hubungan kerja, sampai evaluasi kinerja tenaga kerja sekolah (guru, tenaga administrasi, laboran, dsb) dapat dilakukan oleh sekolah kecuali yang menyangkut pengupahan/imbal jasa dan rekrutmen guru pegawai negeri, yang sampai saat ini masih ditangani oleh
birokrasi diatasnya.
5. Pengelolan Fasilitas (Peralatan dan Perlengkapan)
Pengelolaan fasilitas sudah seharusnya dilakukan oleh sekolah, mulai dari pengadan, pemeliharaan dan perbaikan, hingga sampai pengembangan. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa sekolah yang paling mengetahui kebutuhan fasilitas, baik kecukupan, kesesuaian, maupun kemutakhirannya, terutama fasilitas yang sangat erat kaitannya secara langsung dengan proses belajar mengajar.
6. Pengelolaan Keuangan
Pengelolaan keuangan, terutama pengelokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya dilakukan oleh sekolah. Hal ini juga didasari oleh kenyataan bahwa sekolahlah yang paling memahami kebutuhannya sehingga desentralisasi pengalokasian/penggunaan uang sudah seharusnya dilimpihkan ke sekolah. Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan “kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan” (income generating activities), sehingga sumber keuangan tidak semata-mata tergantung pada pemerintah.
7. Pelayanan Siswa
Pelayanan siswa, mulai dari peneriman siswa baru, pengembangan/pembinaan/ pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk memasuki dunia kerja, hingga sampai pada pengurusan alumni, sebenarnya dari dahulu memang sudah didesentralisasikan. Karene itu, yang diperlukan adalah peningkatan intensitas dan ekstensitasnya.
8. Hubungan Sekolah Masyarakat
Esensi hubungan sekolah-masyrakat adalah untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan, dan dukungan dari masyarakat terutama dukungan moral dan finasial. Dalam arti yang sebenarnya hubungan sekolah-masyarakat dari dahulu sudah didesentralisasikan. Oleh karena itu, sekali lagi, yang dibutuhkan adalah peningkatan intensitas dan ekstesitas hubungan sekolah-masyarakat.
9. Pengelolaan Iklim Sekolah
Iklim sekolah (fisik dan non fidik) yang kondusif-akademik merupakan prasyarat bagi terselenggaranya proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib, optimisme dan harapan/ekspektasi yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah, dan kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa (student-centered activities) adalah contoh-contoh iklim sekolah yang dapat menumbuhkan semangat belajar siswa. Iklim sekolah sudah merupakan kewengan sekolah, sehingga yang diperlukan adalah upaya-upaya yang lebih intensif dan ekstentif.
Akhirnya dapat disimpulkan bahwa MPMBS artinya sekolah memiliki wewenang lebih besar dalam pengelolan lembaganya, pengambilan keputusan dilakukan secara partisipasif dan partisipasi masyarakt makin besar, sekolah lebih luwes dalam mengelola lembaganya, pendekatan profesionalisme lebih diutamakan dari pada pendekatan birokrasi, pengelolaan sekolah lebih desentralistik, perubahan sekolah didorong oleh motivasi diri sekolah dari pada diatur dari luar sekolah, regulasi pendidikan lebih sederhana peranan pusat bergesr dari mengontrol menjadi mempengaruhi dan dari mengarahkan ke memfasilitasi, dari menghindari resiko menjadi mengolah resiko, pengunaan yang lebih efesien karena sisa anggaran tahun ini dapat digunakan untuk anggaran tahun depan Effesiensi-based budgeting), lebih mengutamakan teamwork,informasi terbagi ke semua warga sekolah, lebih mengutamakan pemberdayaan, dan struktur organisasi lebih datar sehingga lebih efesien.

Senin, 12 Desember 2011

PENTINGNYA PENDIDIKAN KARAKTER BAGI ANAK USIA SD

Pada dua dekade terakhir ini, Pendidikan Di Indonesia mengalami dis-orientasi, dikarenakan pendidikan yang ada di Indonesia justru mengarah pada bidang industri seperti yang juga pernah terjadi di negara Amerika dan Inggris pada 30 tahun lalu. Padahal, disorientasi dalam dunia pendidikan yang ada di Indonesia itu justru akan menjauhkan pendidikan dari dunia industri.
Dan dengan adanya pesatnya teknologi komunikasi juga memberikan dampak negatif bagi anak,anak-anak sering mencontoh atau menirukan gaya hidup,gaya bicara tingkah laku tokoh dalam sinetron maupun tokoh-tokoh kartun yang ada di televisi.

Apa Yang Dimaksud Dengan Pendidikan Karakter
Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat.
Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), dan tindakan (action). Menurut Thomas Lickona, tanpa ketiga aspek ini, maka pendidikan karakter tidak akan efektif. Adapun contoh pendidikan karakter adalah : Dapat dipercaya ( Trustworthines), Rasa hormat dan perhatian ( respect ), Tekun ( diligence ) , Tanggung jawab ( responsibility ) Berani ( courage ), Integritas ( integrity ), Peduli ( caring ), Jujur ( fairnes ) dan Kewarganegaraan ( citizenship ), Ketelitian ( carefulness)

Benarkah Pendidikan karater Tugas bagi Sekolah?

Pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.
Amanah UU Sisdiknas tahun 2003 itu bermaksud agar pendidikan tidak hanya membentuk insan Indonesia yang cerdas, namun juga berkepribadian atau berkarakter, sehingga nantinya akan lahir generasi bangsa yang tumbuh berkembang dengan karakter yang bernafas nilai-nilai luhur bangsa serta agama. Pendidikan yang bertujuan melahirkan insan cerdas dan berkarakter kuat itu, juga pernah dikatakan Dr. Martin Luther King, yakni; intelligence plus character... that is the goal of true education (kecerdasan yang berkarakter... adalah tujuan akhir pendidikan yang sebenarnya)

Kenapa Pendidikan karakter sangat perlu diberikan sejak usia SD?
Dalam perkembangan manusia menurut Santrok dan Yussen anak SD masuk dalam fase Kanak-kanak tengah dan akhir,dimana anak-ank mulai menguasai ketrampilan-ketrampilan dasa membaca, menulis dan menghitung.
Perkembangan affektif menurut Erikson anak-anak SD masuk dalam tahap Industry vs Inferiority atau tahap Produktivitas. Ini berarti bahwa anak mulai mampu berpikir deduktif, bermain dan belajar menurut peraturan yang ada.
Adapun dalam perkembangan kognitifnya menurut Jean Piaget anak usia SD Tahapan Periode operasional konkrit (usia 7–11 tahun) ini adalah tahapan ketiga dari empat tahapan. Muncul antara usia enam sampai duabelas tahun dan mempunyai ciri berupa penggunaan logika yang memadai. Proses-proses penting selama tahapan ini adalah:
• Pengurutan—kemampuan untuk mengurutan objek menurut ukuran, bentuk, atau ciri lainnya. Contohnya, bila diberi benda berbeda ukuran, mereka dapat mengurutkannya dari benda yang paling besar ke yang paling kecil.
• Klasifikasi—kemampuan untuk memberi nama dan mengidentifikasi serangkaian benda menurut tampilannya, ukurannya, atau karakteristik lain, termasuk gagasan bahwa serangkaian benda-benda dapat menyertakan benda lainnya ke dalam rangkaian tersebut. Anak tidak lagi memiliki keterbatasan logika berupa animisme (anggapan bahwa semua benda hidup dan berperasaan)
• Decentering—anak mulai mempertimbangkan beberapa aspek dari suatu permasalahan untuk bisa memecahkannya. Sebagai contoh anak tidak akan lagi menganggap cangkir lebar tapi pendek lebih sedikit isinya dibanding cangkir kecil yang tinggi.
• Reversibility—anak mulai memahami bahwa jumlah atau benda-benda dapat diubah, kemudian kembali ke keadaan awal. Untuk itu, anak dapat dengan cepat menentukan bahwa 4+4 sama dengan 8, 8-4 akan sama dengan 4, jumlah sebelumnya.
• Konservasi—memahami bahwa kuantitas, panjang, atau jumlah benda-benda adalah tidak berhubungan dengan pengaturan atau tampilan dari objek atau benda-benda tersebut. Sebagai contoh, bila anak diberi cangkir yang seukuran dan isinya sama banyak, mereka akan tahu bila air dituangkan ke gelas lain yang ukurannya berbeda, air di gelas itu akan tetap sama banyak dengan isi cangkir lain.
Dalam perkembangan Psikomotor ,anak usia SD masuk Tahap gerakan keahlian (7-14 tahun),Tahapan ini merupakan tahap gerakan yang semakin bervariasi dan kompleks, seperti gerakan sehari-hari, rekreaasi dan olahraga baru. Periode ini merupakan tahap dimana keahlian keseimbangan dasar, gerak lokomotor dan manipulative meningkat, berkombinasi, dan terelaborasi dalam berbagai situasi. Misalnya gerakan dasar melompat dan meloncat, dikombinasikan kedalam kegiatan menari atau lompat-jongkok-berjalan dalam mngikuti jejak. Tahapan ini terbagi atas 3 tahap, yaitu;
1. Tahap transisi (7-10 tahun)
Tahap ini indivdu mulai mengkombinasi dan mengunakan kemampuan dasarnya dalam kegiatan olahraga. Misalnya, berjalan mengikuti garis lurus, lompat tali, bermain bola, dll. Keahlian pada tahap ini lebih kompleks dan spesifik.
2. Tahap aplikasi (11-13 tahun)
Pada tahap ini anak memiliki keterbatasn dalam kemampuan kognitif, afektif dan pengalaman, dikombinasikan dengan keaktifan anak secara alami mempengaruhi semua aktivitasnya. Peningkatan kognitif dan pengalaman anak dipengaruhi oleh kemampuan individu untuk belajar dan peran anak dalam berbagai jenis aktifitas, indivudu dan lingkungan. Keahlian kompleks dibentuk dan digunakan dalam pertandingan, kegiatan memimpin dan memilih olahraga.
3. Tahap lifelong utilisasi (14 tahun sampai dewasa)
Tahapan ini merupakan puncak proses perkembangan motorik dan dicirikan dengan gerakan yang sering dilakukan sehari-hari. Minat, kompetensi, dan pilihan mempengaruhi, selain faktor uang dan waktu, peralatan dan fasilitas, fisik dan mental, bakat, kesempatan, kondisi fisik dan motivasi pribadi.
Sehingga dapat dikatakan bahwa Pendidikan Karakter sangatlah penting untuk usia anak SD karena sudah diamanatkan dalam UU Sisdiknas tahun 2003 Pasal I,selain hal tersebut anak usia SD merupakan dasar perkembangan dari segi afektif anak mulai mengenal peraturan yang ada, dalam aspek kognitif yakni bahwa anak usia SD berada dalam tahap operasi konkrit yakni tahapan Pengurutan, klasifikasi, Decentering, Reversibility dan Konservasi hal ini menyebabkan bahwa anak berada dalam situasi keingin tahuan yang sangat besar, maupun psikomotor.

Daftar pustaka
http://mandikdasmen.kemdiknas.go.id/web/pages/urgensi.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_perkembangan_kognitif
http://marthachristianti.wordpress.com/2009/05/10/karakteristik-kognitif-afektif-dan-psikomotor/